GENERASI NUNDUK
Generasi Nunduk : Mendekatkan yang Jauh dan Menjauhkan yang Dekat
Sosial media kini
menjadi sebuah kebutuhan dalam kehidupan. Banyak orang merasa pemenuhan akan
penggunaan sosial media di jaman sekarang menjadi hal yang wajib untuk
dilakukan. Bukan sebuah fenomena orang yang sedang kau ajak bicara sekarang
merespon komunikasi kamu sambil memegang ponsel dan berkomunikasi
dengan orang lainnya melalui layar ponsel mereka. Bahkan lebih asik dengan telepon selulernya dibandingkan berbicara langsung menatapmu. Lebih tepatnya mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.
Kini kita nyaman hidup di dua dunia, yaitu dunia nyata
dan dunia maya. Bahkan mungkin terlalu nyaman dengan dunia maya. Kita sendiri
sering lupa bahwa kita membutuhkan sosialisasi secara realita dan sering
kesulitan beradaptasi mencari bahan obrolan saat saling bertatap muka. Dunia
maya memungkinkan orang bisa berkomunikasi secara global tanpa harus dengan
biaya mahal. Akses informasi menjadi mudah didapatkan dengan hanya kuota
internet sebagai modal. Mencari literatur berbagai macam informasi tidak harus
selalu berada di perpustakaan, namun dengan internet mudah mendapatkan segala informasi
dimanapun dan kapanpun dibutuhkan. Merasa ingin selalu aktual dan terdepan
dalam mencari bahan informasi, sehingga tidak pernah melewatkan sedikitpun untuk
berkutat dengan menggeser beranda laman. Takut akan ketinggalan berita
terhangat ataupun status teman-teman terdekat membuat hal tersebut menjadikan gangguan
dalam psikologi manusia zaman sekarang.
Menurut Essential
Insight Into Internet, Social Media, Mobile, and E-commerce Use Around The
World (2018), pengguna aktif sosial media di Indonesia mencapai 130 juta
jiwa dari total populasi sebesar 265,4 juta jiwa atau hampir setengahnya
merupakan pengguna sosial media. Media sosial tersebut didominasi secara
berurutan oleh Youtube, Facebook, WhatsApp, Instagram, dan Line. Berdasarkan usia, menurut survei Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pengguna internet didominasi oleh
usia 19 hingga 34 tahun sebanyak 49,52% dan usia 35 hingga 54 tahun sebanyak
29,55%. Bahkan rata-rata orang di Indonesia menghabiskan 3 jam 23 menit sehari
untuk mengakses media sosial menurut penelitian We Are Social perusahaan asal Inggris. Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa orang Indonesia lebih banyak menghabiskan waktu dengan sosial
media dibandingkan dengan aktivitas lainnya.
Semakin dekat aktivitas kita bersosial media, maka
semakin jauh jarak kita untuk berinteraksi dengan orang-orang disekitar kita. Tidak bisa kita pungkiri bahwa zaman digital sudah
semakin melekat dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena media sosial yang terjadi
kini adalah “Fear of Missing Out”.
FOMO merupakan suatu fenomena yang membuat seseorang takut akan kehilangan
pengalaman yang pernah dirasakan. Pengalaman menyenangkan yang timbul setelah
berselancar di sosial media membuat pengguna sosial media ingin mengulang
pengalaman tersebut secara terus-menerus. Hal ini yang dapat memunculkan
perasaan takut akan kehilangan atau merasa kesepian apabila tidak memeriksa
kabar terbaru sosial media. Fenomena FOMO akan menjerumus kepada kecanduan
sosial media yang merupakan gelaja adanya gangguan psikologi yang terjadi.
Maka dari itu, dengan semakin majunya zaman pasti akan
memiliki dampak. Dampak yang terjadi bisa mengakibatkan negatif maupun positif,
sehingga diperlukan pengunaan sosial media dengan bijak. Penggunaan sosial
media yang berlebihan akibat dari sisi kecanduan yang dapat berdampak negatif.
Menghabiskan waktu dengan sosial media secara berlebihan dapat mengakibatkan
banyaknya waktu yang terbuang dengan melakukan hal yang tidak bermanfaat saat
bermain sosial media. Padahal, kita dapat melakukan aktivitas lainnya yang
lebih bermanfaat daripada mengecek status terbaru di akun sosial media. Dengan
banyaknya waktu yang kita habiskan dengan sosial media, bahkan kita melupakan
cara bersosialisasi tatap muka sesungguhnya. Fenomena yang terjadi adalah orang
lebih percaya diri bersosialisasi lewat akun sosial medianya dibandingkan
bersosialisasi secara langsung tatap muka. Membaca komentar-komentar teman
terdekat lebih mengasyikkan daripada membaca buku-buku yang membosankan.
Pengikut sosial media menjadi sebuah keharusan, bahkan menjadi ajang gengsi
bersama teman-teman. Sosial media jadi panggung mulainya perpecahan hingga pertikaian,
tanpa sadar merusak iman. Forum mengejek satu sama lain mulai meluas, lalu
kekerasaan semakin tersebar dengan mudah. Ajang adu pamer jadi keseharian,
padahal hanya gaya-gayaan. Kepekaan kita semakin berkurang dengan sekitar,
malah hal-hal yang tidak berfaedah sering diumbar. Fokus kita semakin menurun
dengan realita sehingga mudah termakan informasi asal-asalan. Kecelakaan
terjadi dimana-mana akibat ponsel saat berkendara. Dampak negatif dari sosial
media ini yang membuat kita perlu berhati-hati saat mengggunakaannya, jangan
hanya ingin tampil terdepan namun juga harus memikirkan imbas yang terjadi pada
diri kita kedepan apabila terlalu larut dalam kenyamanaan sosial media.
Dibalik sisi candunya yang mengakibatkan gangguan
kejiwaan, sosial media tentunya sangat bermanfaat apabila digunakan untuk
kebaikan. Contohnya yaitu kamu bisa meminta saran serta pendapat dari orang
lain, bahkan membuka jalan pikiran baru untuk kebaikanmu dan orang-orang
disekitarmu. Pendapat dari orang lain tersebut dapat kamu bagikan untuk
membantu orang-orang lainnya. Hal ini dimaksudkan dalam konsep sosial, diluar konteks menggiring opini lainnya seperti opini politik.
Pada saat itu saya
baru merasakan positifnya sosial media setelah membuat pertanyaan terbuka
melalui fitur Instagram mengenai cara
mengatasi titik lemah dan merasa sedang berjuang sendiri, kemudian ada beberapa
tanggapan yang saya dapatkan dari beberapa teman-teman dekat saya. Setelah itu,
saya membagikan hasil tanggapan tersebut untuk membantu teman-teman yang juga
sedang berjuang ataupun merasakan hal tersebut. Dengan adanya saya membagikan
tanggapan tersebut, malah semakin banyak orang-orang ingin menanggapi hal-hal
tersebut. Dari pengalaman terebut, saya berpikir bahwa kita dapat membantu
orang lain melalui sosial media. Kebaikan itu dapat menyebar dan sosial media
merupakan alat bantu menyebarkan hal tersebut di era digitalisasi ini. Membantu
banyak orang melalui sosial media tidak harus mengeluarkan banyak biaya seperti
contohnya membagi opini melalui sosial media yang kamu miliki. Selain membantu
belajar menulis, juga dapat membantu membuka ruang-ruang diskusi untuk saling
bertukar pikiran. Hasilnya dapat kamu manfaatkan untuk memperluas wawasanmu dan
kebaikan yang dapat kamu tularkan ke orang-orang secara meluas. Oleh karena
itu, sangatlah penting menggunakan sosial media secara bijak. Dampak yang
ditimbulkan dari semakin majunya teknologi tergantung daripada cara kita memanfaatkan
teknologi tersebut. Salah satunya dengan penggunaan sosial media yang diperuntukkan
sebagai media kebaikan. Sehingga dengan semakin majunya teknologi tidak serta
merta menjadikan kita “gila teknologi” dan menjadikan budak era digital, namun
kembali kepada kebermanfaatan dari era digital tersebut.
Komentar
Posting Komentar